Kualitas Lembaga Survei Layak Dipertanyakan
Jakarta, 16 Desember 2023 | Jelang perhelatan pemilihan presiden [Pilpres] berbagai lembaga survei mengeluarkan rilis yang kadang membuat kita menepuk jidat, karena hasil survei terkadang tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Namun, Kenyataan yang sering kita temui masih banyak lembaga survei Indonesia yang berkerja sama dengan pihak tertentu. Inilah yang membuat lembaga survei sebagai predator demokrasi walaupun tidak semu.
Banyak lembaga survei Indonesia yang tidak sesuai dengan hasil yang sesungguhnya karena meleset hingga beberapan persen, beberapa lembaga survei yang saya perhatikan mendekati Pilpres ini, ada yang meleset hingga ratusan persen, seharusnya lembaga ini dibubarkan saja karena kesalahannya banyak sekali.
Kesalahan-kesalahan yang dilakukan pihak surveior dikarenakan tidak bersifat terbuka padahal seharusnya lembaga survei harus jelas dan terbuka.
Kesalahan-kesalahan ini karena lembaga survei itu tidak bersifat terbuka dan tidak jelas siapa yang mengerjakannya dan bagaimana caranya, seharusnya kalo misalnya lembaga tersebut berpihak sampaikan saja jadi lebih adil.
Kredibilitas lembaga survei mengalami ujian terberat pada pemilu kali ini. Pasalnya, sejumlah lembaga survei juga berperan sebagai konsultan politik sehingga memiliki kecenderungan berupaya menggiring opini publik.
Lembaga survei terjebak ke dalam perangkap sebagai konsultan politik. Padahal keduanya memiliki porsi tugas yang berbeda. Kondisi itu merupakan lampu merah bagi penyelenggara pemilu. Situasi yang sungguh patut diwaspadai dan dijaga khususnya oleh para penyelenggara pemilu agar trust publik bisa pulih. Sebab bagaimanapun esensi demokrasi elektoral itu legitimasi dan trust dan ini wajib dijaga semua pihak jika kita ingin pemilu kita meningkat kualitasnya secara substantif.
Kemudian, untuk membuktikan apakah hasil survei tersebut didapatkan dengan cara-cara yang benar, bukan pesanan, Surokim mengatakan perlu ada survei lain sebagai lembaga survei pembanding yang lain agar kita bisa membandingkan dan menemukan intersubjectivity itu sehingga akan lebih mudah memberi penilaian.
Jika lembaga survei terbatas, maka absolutisme dan hegemonik data bisa terjadi. Seharusnya, lembaga survei bisa memainkan perannya pada pesta demokrasi ini tidak berpihak pada calon-calon tertentu sehingga kualitas demokrasi bisa lebih terjaga.
Penggiringan opini masyarakat terhadap hasil voting dan survei tersebut, selayaknya memang kita pertanyakan dan perlu pengkajian ulang lagi. Perlu diketahui, banyak kini lembaga-lembaga survei bayaran yang mempercayai bahwa dari hasil survei yang dilakukan tersebut telah tepat. Padahal dibalik hasil survei tersebut sebenarnya adalah hanya pesanan dari para calon kandidat saja.
Perlu kita akui pula keberadaan lembaga survei yang bekerja tidak profesional dan terkesan ada pesanan ini diduga memang permainan intrik politik kandidat agar tingkat popularitas kandidat seakan-akan tinggi, yang berakibat masyarakat agar dapat percaya.
Dapat dikatakan saat ini kecenderungan para pemilih sebenarnya bukan dari hasil survei semata, melainkan didasarkan dari gagasan, ide cemerlang untuk kemajuan bangsa ini.
Lembaga survei yang tidak profesional tersebut juga dikhawatirkan dapat menyesatkan para pemilih, bahkan tidak memberikan efek yang baik bagi masyarakat kita.
Mari kita cerdas dalam mensikapi dinamika politik jelang pilpres. Pilih pemimpin yang memiliki visi kebangsaan, cerdas, memiliki integritas untuk perbaikan bangsa ini ke depan.
Hal ini tertuang dalam Catatan Ketua Umum Persatuan Wartawan Republik Indonesia (PWRI) Pusat, Dr. Suriyanto Pd, SH, MH, M.Kn. (red)